Jumat, 17 Agustus 2012

YoonHae FF: I (Just Don't Know How To Say) Love You. [Yoona's Side]

Author             :            Shin Eun Mi
Title                :             I (Just Don’t Know How To Say) Love You. [Yoona’s Side]
Main Cast        :             Im Yoona
                                    Lee Donghae
Other Cast       :             Kwon Yuri – Kim Jongwoon (Yesung)
                                    Choi Sooyoung – Shim Changmin
                                    Seo Joohyun – Cho Kyuhyun
                                    Others.
Genre                   :        Romantic, Oneshot.
Rating                   :               PG-16+
Length                  :               8,891 words.
Annyeonghaseo yeorobun~ Aku kembali setelah beberapa lama vakuum karena baru masuk SMA._. Oke, daripada banyak omong aja nih, mending langsung dibaca yaa~! Mianhae kalo banyak typo dan juga alurnya kurang dimengerti, maklumlah kan aku masih harus adaptasi lagi setelah sekian lama tak menulis huehehe;___;
Ok deh, do not bash ya! Kalo tidak suka pairingnya, kurasa tiap orang punya pendapat sendiri-sendiri tentang couple yang mereka suka, ada yang suka A sama B, ada yang suka dipair sama C, yakan? Ya dongs. Aku gabisa maksa untuk suka pairing yang aku suka, tapi sekali lagi aku mohon hargai karya orang  ya chingu, jangan egois untuk berpendapat dengan bash, kalian pasti ngerti kan rasanya sakit hati kalo pairing yang kalian suka di bash? Aku juga gitu dan  juga setiap orang punya kesukaan masing-masing, jadi semua wajar menurutku. Lagipula, kalau nge-bash terus, kapan kita dinilai jadi fans yang baik sama fans-fans satu fandom lainnya?J
Check it out!

SIDERS GO OUT ;;

I (Just Don’t Know How To Say) Love You

“Apa kau percaya adanya keajaiban dari Tuhan?
Percayalah, Tuhan akan selalu memberikan setiap manusia keajaiban, dengan tingkatan yang berbeda.”


Sesosok tubuh tegap, gagah, tampan dan juga menawan. Tak mungkin tidak ada seorangpun gadis yang menyukai atau mengagumi dirinya. Wajah seperti baby dan tawa khasnya –yang lebar dan riang–, pasti akan langsung membius para gadis yang berada disekitarnya. Terlebih sifatnya yang humoris dan easy going, terlihat sangat perfect, kan? Oh iya, apa kalian juga tahu? Aku pun juga satu dari sekian banyak penggemarnya, mungkin lebih tepatnya disebut fans. Seluruh gadis disekolahku –tak terkecuali aku– sangat tergila-gila padanya. Bedanya, ‘mereka’ sangat gempar mendukungnya di depan umum, sementara aku tidak. Aku masih ragu dan canggung untuk berhisteria seperti orang-orang itu.

Ia sangat pandai berolahraga, terutama sepak bola. Dan aku pun suka memandanginya dari balkon sekolahku di lantai tiga. Yap, tempat yang strategis untuk diam-diam memperhatikannya, apalagi kalau bukan ketika ia sedang bermain sepak bola di lapangan. Tempat ini sungguh nyaman, juga tak ada yang tahu keberadaanku dari sini, jadinya aku bisa bebas memandangi wajah lelaki tampan ini. Jam istirahat maupun pulang sekolah. Kini, aku terkesima menatap dirinya yang tengah mengelap keringat dengan wajah serius. Tanpa sadar, kedua ujung bibirku terangkat membentuk lengkungan keatas.

“Yoona-ya.”

Aku menoleh, saat kudengar suara merdu menyapa telingaku. Suara yang tak asing bagiku. Aku tersenyum pada sosok gadis bertubuh langsing dengan rambut ikal yang ia ikat kuda. Ia berdecak, aku yakin ia pasti akan menceramahiku seperti sebelum-sebelumnya.

“Ada apa, Yuri Eonnie?”

Anio, aku heran saja. Kau betah sekali berlama-lama disini. Kalau kau menyukainya mengapa kau melihatnya hanya dari sini? Jauh dari pandangannya. Kau benar-benar tak ada keinginan untuk melihatnya dari dekat?”

Aku menghela nafas panjang. Benarkan? Ini lagi yang diucapkannya. Aku sampai bosan mendengarkan celotehan Yuri Eonnie. Eh? Kau bertanya-tanya kenapa aku memanggil, Yuri dengan sebutan Eonnie? Begini, aku lahir di tahun 1990, sementara Yuri Eonnie 1989. Meski begitu, kami seangkatan. Karena aku dulu bersekolah TK satu tahun lebih cepat dari anak-anak pada umumnya. Biarpun aku lebih muda darinya, aku selalu menempati juara umum semenjak aku duduk di bangku SD. Aku juga pandai berakting, sebab itulah aku sekarang ikut club teater di sekolah dan memenangi berbagai penghargaan lomba antar sekolah dari ketika aku SMP. Berbeda dengan Yuri Eonnie yang lebih menyelami dunia menari, maklum, tubuhnya yang langsing dan kepandaiannya dalam olahraga, mampu membuatnya kuat dan tampak ideal. Tetapi, untuk soal percintaan, Yuri Eonnie memang handal dan paling expert. Buktinya ia sudah membuat tiga lelaki patah hati karenanya dalam waktu 2 bulan ini, yang kudengar sih, sekarang ia sedang menjalin hubungan dengan Yesung Oppa. Alumni sekolah kami.

“Entahlah, aku sendiri tak tahu harus bagaimana. Aku pikir untuk begini lebih baik, melihat tanpa dilihat. Apa aku salah?”

“Menurutku tidak. Lagipula, penggemar Donghae Oppa memang sangat banyak, Yoong. Jadi wajar saja. Kalau kau ikut-ikutan dengan orang-orang norak itu, mungkin kau akan dipandang sebelah mata sama seperti gadis-gadis lain, olehnya.” sahut suara agak bass dari belakang Yuri Eonnie. Kami berdua menoleh bersamaan, kulihat dua gadis bertubuh semapai denganku dan Yuri Eonnie datang.

Itu adalah Sooyoung, teman satu kelasku dan Yuri Eonnie. Sooyoung bukanlah tipe gadis feminim, bisa dibilang ia termasuk golongan tomboy. Namun, ia tetap bisa menjadi gadis remaja pada umumnya, dengan memakai rok atau tank top sekalipun. Hanya saja di waktu-waktu tertentu. Wajahnya juga cantik dan ia termasuk paling tinggi diantara kami berempat, tetap saja orang akan beranggapan akulah yang paling cantik.

Goddes of Beauty, itu adalah predikat yang aku dapat dari teman-teman seangkatanku. Kata mereka dahiku yang lebar dan bersih juga kedua bola mataku yang cantik membuat berbagai lelaki gemas. Sayangnya.., aku tak memiliki pengalaman apapun mengenai ‘jalinan asmara’, tidak seperti teman-temanku. Makanya aku hanya bisa memerhatikan ‘orang itu’ dari jauh saja. Buktinya? Sooyoung berpacaran dengan Shim Changmin alias Changmin Oppa dari kelas 12-E, ketua klub basket sekolah ini.

“Itu dia, Sooyoung-aa. Aku tak tahu harus melakukan apa. Mungkin disini, aku bisa lebih leluasa melihat Donghae Sunbae ketimbang aku nimbrung dibawah dan malahan tak bisa melihat dengan bebas. Hehehe.” ucapku menghibur diri.

Ya, lelaki yang kupuja-puja itu bernama Donghae. Lee Donghae. Kelas 12-A, ia merupakan seorang model iklan dan juga bintang sepak bola di sekolahku. Donghae Sunbae juga termasuk orang terpandang, sebab kedua orangtua Donghae Sunbae memiliki banyak cabang butik dan hotel yang tersebar di daerah Korea Selatan, bahkan sampai merambah ke Paris katanya. Oleh sebab itu, tak salah banyak gadis bahkan guru memanggilnya dengan sebutan ‘Pangeran’. Oh ya, aku hampir lupa, Donghae Sunbae selalu masuk tiga besar peringkat di sekolah dari sejak ia duduk di bangku SMP. Hebat, kan?

“Kau ini, Eonnie. Apa gunanya meratap dari sini? Kau kan Goddes of Beauty di sekolah ini. Kenapa harus minder, sih?” kini gadis dengan rambut cokelat agak ikal memprotes sambil menyeruput susu kotak yang dibawanya.

“Seohyun-aa, jangan berlebihan begitu. Meskipun aku cantik seperti bidadari sekalipun, Donghae Sunbae tidak akan peduli. Kau tahu sendiri sikapnya pada gadis-gadis bagaimana, bukan?” ucapku membela diri pada sosok Seohyun –gadis paling muda diantara kami– yang mendumel tidak jelas.

Perlu diketahui, Donghae Sunbae biarpun digilai gadis-gadis, ia tetap saja bersikap dingin. Oh iya, aku bilang tadi ia orang yang humoris, bukan? Memang benar, tetapi hanya kepada orang-orang terdekatnya. Ia menganggap gadis-gadis yang menggilainya itu hanya sebatas pengganggu saja. Aku terkadang sampai heran, mengapa bisa aku menyukainya –tidak tidak, mencintainya begini, ya?

“Tapi, Yoona, kau lihat sendiri kan, Donghae Oppa tidak akan melirik gadis seorang pun. Aku tak yakin ia adalah laki-laki normal.” sungut Yuri Eonnie, membuat mataku mendelik padanya.

“Eonnie!”

“He-eh, tapi ada benarnya juga kau, Yul. Mungkin saja, Donghae Oppa itu gay atau ia seorang psikopat? Hiiy, aku jadi bergidik begini.” tambah Sooyoung. Aku melotot kesal, mereka ini...

Eonniedeul, sudahlah, jangan memanasi Yoona Eonnie. Kasihan dia, sudah kena ejekan terus dipojokkan begini.”

Aku memeluk Seohyun, magnae kami. Ia paling kecil diantara kami berempat. Seohyun seharusnya sekarang masih kelas 10, tetapi otaknya yang cerdas dan melampaui batas, akhirnya ia loncat kelas satu kali dan akhirnya seangkatan denganku. Hanya saja, aku dan ia berbeda kelas. Ia di kelas 11-B, satu kelas dengan Cho Kyuhyun, sang kekasih yang evil. Lelaki itu juga merupakan salah satu sohib Donghae Sunbae. Mereka tampaknya akrab sejak lama, soalnya kemana-mana kulihat mereka selalu tampak berdua –kadang bertiga dengan Changmin Oppa juga. Lihat? Adik kecilku saja, sudah mendapatkan kekasih. Sementara aku? Selama 17 tahun, aku belum pernah menjalin cinta dengan siapapun. Huh. Menyebalkan!

Gomawoyo, Seohyunnie. Kau memang terbaik!”

“Ya! Harusnya kau membantu kami meledeknya, biar jadi motivasi untuk maju dan tidak hanya disini menanti Mr. Fishy itu datang kemari! Tidak akan kejadian selama kau tak maju duluan, Yoong-aa! Apa susahnya sih mendekati dia? Kau kan terkenal ini.” keluh Yuri jengkel.
Aku tersenyum kecil. Melihat tingkah mereka yang selalu ribut seperti ini dikala sedang membicarakan Donghae Sunbae, aku bisa maklum. Mereka mengkhawatirkan aku, ya itu pasti. Akkhirnya akupun menghiraukan perdebatan kecil ketiga temanku tersebut. Daripada ribut tidak jelas, mending aku menikmati pemandangan ‘indah’ dibawah.

Bola mataku tertuju kembali pada sosok Lee Donghae yang tengah menggiring bola ke gawang, dan.. GOL. Haa, siapa juga yang tidak tahu ia. Striker handal, bintang sekolah. Senyumku semakin melebar saat melihat wajah sumringahnya yang dipeluk teman-teman segrup-nya. Aku terus menatapnya hingga tanpa sadar, kedua mataku tak beralih dari sosoknya. Tapi... Tapi... Ia juga menatapku..? Omo! Donghae Sunbae menatapku? Jinjjayo? Ia menoleh menghadap ke arah balkon tempat aku berdiam diri membeku.. Apa ia tersenyum? Benarkah Donghae Sunbae tersenyum ke arah sini? Ke arah diriku? Eottohke, Eomma!

Aku memalingkan wajahku yang panas dan semburat merah menyerbu kedua pipiku. Aku menangkupnya dan menggeleng-geleng tidak percaya. Tatapan mata tajamnya yang terasa meneduhkan itu. Itulah yang kusukai darinya. Sikapnya yang misterius, selalu ingin kubongkar dan aku pecahkan. Apa benar, ya? Babo, Im Yoona! Ia tidak tahu siapa kau, bagaimana ia bisa tersenyum padamu? Halusinasi, itu pasti halusinasimu saja.

“Ya! Yoona, ada apa sih denganmu? Kau setuju kan, kalau aku yang paling...,” aku tak dengar Yuri Eonnie berbicara sama sekali, mianhae Eonnie. Benakku masih terbayang senyumnya. Lelaki itu, benar-benar tersenyum kepadaku. Tuhan, inikah pertanda baik darimu? Mengutus malaikat itu untukku? Jika iya, maka izinkan aku untuk benar-benar berani mendekatinya, Tuhan...
***

Sinar matahari pagi menyeruak masuk ke dalam rongga kamarku, memenuhi setiap sudut kamar dengan cahaya terang itu. Aku masih mengucek-ucek mata, sesekali menguap lebar karena semalam aku tak bisa tidur. Aku terus memimpikan Donghae Sunbae. Astaga, lihatlah aku ini. Sungguh konyol rasanya jika diingat-ingat, sampai terbawa mimpi segala.

Aku turun dari tempat tidurku yang lumayan besar ini, berusaha mencari sandal empuk bergambar 
Winnie the Pooh kesayanganku dan segera menuju kamar mandi. Setengah jam lalu, Eomma membangunkan aku dengan cara kasar. Menyemprotkan air ke wajahku. Sungguh kejam, bukan? Katanya Appa dan Eonnie-ku sampai menyerah membangunkan aku. Apa sebegitu lelapnya aku, ya? Padahal semalam aku tidak bisa tidur, hahaha.

“Yoona, sampai kapan kau akan terus di kamar, sayang?” teriakan Eomma membuatku langsung tersadar dan cepat-cepat memakai baju seragamku. Entah, aku sampai tidak merasa sudah selesai mandi. Pikiranku melayang, tepatnya sore kemarin. Haish, padahal hanya ditatap saja aku sampai begini, aku jadi berpikir bagaimana kalau kami benar-benar.. Ya! Im Yoona, babo! Mana mungkin itu terjadi. 
Lagipula, kau jangan kepedean, Yoona, siapa tahu itu hanya halusinasi atau imajinasi ketinggianmu. Jja! Hari ini akan menjadi hari yang menyenangkan! Berjuanglah Im Yoona, kau pasti bisa lewati hari-harimu!

“Yoona!”

Ne, Eomma, aku datang!” seruku balik teriak. Aku yakin aku akan diberi ceramah pagi oleh kedua orangtuaku ini. Huft, selalu begitu.
***

Aku melangkahkan kakiku dengan lemas. Kalian ingatkan, Eomma tadi pagi menyuruhku untuk bergegas? Kalian tahu apa yang kami bicarakan selama sarapan? Perjodohan. Ugh, rasanya aku mau mati saja. Tak bisakah, Eomma tidak membicarakan soal perjodohan? Cukup sekali Eomma dan Appa membahas masalah itu. Aku tidak mengerti apa  yang dipikirkan kedua orangtuaku sampai-sampai selalu ngotot untuk menjodohkan atau memperkenalkan aku dengan seorang lelaki.

Alhasil, setiap pagiku selalu disuguhkan menu ‘sarapan spesial’.

Oke, biar aku jelaskan lagi. Aku Im Yoona, setiap orang memanggilku Yoona atau Yoong. Yah, meski aku terlahir dari golongan orang kaya, namun aku lebih suka berpenampilan sederhana layaknya orang biasa. Orangtuaku mengelola perusahaan susu dan juga memiliki berbagai salon di sekitar wilayah Seoul, Mokpo, dan juga Busan. Perusahaan Appa seringkali masuk majalah atau koran harian. Oleh karena itu, kedua orangtuaku sangat terkenal dan terpandang di lingkungan ini, tapi tidak dengan aku. Aku lebih sering menghabiskan diri di perpustakaan kota atau taman bermain anak-anak. Aku jarang sekali pergi ke mall atau taman hiburan, sebab aku tak ingin menjadi anak yang manja dan suka menghamburkan uang hasil jerih payah Appa dan Eomma. Tekadku, aku harus menjadi seorang wanita karir yang sukses dan penyayang anakku kelak! Harus!

Jadi.. Jelas saja, Appa sering bertemu banyak kenalan yang memiliki anak lelaki. Tapi, aku tak tertarik sama sekali atas tawaran mereka untuk berkenalan. Hei, ingatlah, aku menyukai Donghae Sunbae. Meski harus dilihat dari balkon sekolahku. Tetap saja, aku menyukainya, kan?

Tadi pagi, Appa dan Eomma bilang akan mengenalkan aku pada anak teman baik Appa. Awalnya aku menolak, seperti biasa. Namun lama-lama omongan Appa merambat ke arah sana lagi, Appa bersikeras untuk menjodohkanku –paling tidak berkenalan dulu, katanya– dengan anak kerabat Appa itu. Entah ada apa dengan beliau, ia keras sekali ingin aku dengan anak kenalan Appa tersebut bertunangan atau bahkan langsung menikah, setelah aku lulus SMA. Katanya, aku bisa melanjutkan kuliah setelah menikah dan mengikat janji suci itu. Cih! Apa-apaan itu, bahasa yang terlalu baku dan terdengar murahan bagiku.

‘Kau ini sudah berumur 17 tahun, Yoona! Bersikaplah dewasa sedikit, paling tidak jangan bawa tabiat burukmu. Harusnya kau menerima atau sekedar berkenalan dengan anak teman Appa, ini! Ayolah, Yoona, anak kenalan Appa ini sungguh sempurna, kan pas dengan kau, anak Appa yang sempurna.’
Begitu ocehan beliau tadi pagi –ani, setiap akan mengenalkan aku dengan anak kerabatnya– dan itu membuatku tak nafsu makan. Aku kesal, kau tahu? Rasanya seperti tak dianggap becus. Padahal jalan hidupku masih panjang. Sekarang aku tanya, siapa yang tidak dewasa dalam hal ini, coba? Dan aku masih ingin kuliah juga meniti karir, bukan menjadi ibu rumah tangga seperti Eonnie-ku yang dinikahkan seusai SMA. Lalu memiliki anak di usia muda dan itu... Sungguh merepotkan. Aku tidak mau!

Lorong sekolahku tampak masih sepi, mungkin ini masih terlalu pagi. Aku sengaja cepat-cepat berangkat sekolah karena malas berdebat dengan kedua orangtuaku. Percuma saja, memohon-mohon. Toh, takkan dikabulkan. Mungkin aku akan menuruti keinginan Appa untuk sekedar berkenalan. Tapi tidak dengan dijodohkan! Aku muak mendengar kalimat itu.

Brukk.

“Adaaw. Appo.” ujarku mengelus pinggangku yang sakit akibat benturan barusan. Aish, orang ini, apa ia tak tahu aku sedang sangat kesal?! Atau mungkin akunya yang bodoh, saking jengkel dengan sikap Appa, jadi aku tak konsen melihat jalan.

“Ya! Kau ini jalan li–“ ucapanku terputus saat kulihat sesosok namja bertubuh atletis tegap berisi maksudnyayang menabrak hingga aku terjatuh. Astaga! Dewi Fortuna sedang berpihak padakukah hari ini?

Mianhae, Nona Im. Aku tak sengaja. Mau kubantu berdiri?” tawar sosok itu dengan mata teduh khasnya. Ia mengulurkan tangan kanannya padaku yang masih terduduk di lantai. Omona..., apa aku bermimpi? Jika iya, jangan bangunkan aku sekarang.

N-ne. Gamsahamnida, Sunbae.” jawabku terbata. Aku berdiri dipapah olehnya, kakiku sedikit ngilu. Mungkin karena aku jatuh dengan badan bertumpu pada kakiku. Pagi indahku sedikit ketiban sial, rupanya.

Cheonmaneyo, apa kau tak baik-baik saja? Kurasa kakimu terkilir, Nona Im.” ucapnya lagi. Nona.. Im? Apa ia tahu namaku? Ah, memikirkannya saja membuat kedua pipiku sukses seperti direbus. Tidak, tidak, jangan berpikiran macam-macam, Yoona!

A-ani, tidak apa-apa, Sunbaenim.” ucapku ragu. Sebetulnya, kakiku terasa nyut-nyutan di bagian mata kaki, mungkin benar kata Donghae Sunbae, kakiku terkilir. Lagian, siapa juga yang tak terkilir tertabrak dengan posisi kaki sedang split begitu? Namun, aku urung mengatakannya.

Jeongmal?”

N-nde. Gamsahamnida, DDonghae Sunbae.” ucapku.

“E? Kau tahu namaku?” tanyanya sedikit heran, bisa kubaca dari kerutan di keningnya. Bodoh sekali, pertanyaan macam apa itu? Ia kan terkenal disini, mana mungkin tak ada orang yang tak tahu dirinya. Dan lagipula, aku kan penggemarnya, hehehe.

“Amm. Bukankah semua orang juga tahu namamu, Sunbae?” ujarku merasa aneh dengan pertanyaannya.

“Oh, begitu. Aku tak tahu kalau aku begitu terkenal. Berarti.. Kau adalah hoobae-ku kan?” tanya Donghae Sunbae. Aku menundukkan kepala, kemudian mengangguk pelan. Tak berani menatap matanya.

“Hm. Im Yoona dari kelas 11-A, putri bungsu Keluarga Im –pengusaha susu dan salon ternamadi Seoul–, murid terpintar seangkatan dan berbakat dalam bidang akting. Kau memenangi berbagai penghargaan selama SMP untuk kategori akting. The Goddes of Beauty di Hannyoung High School. Sahabat dari pacar Kyuhyun-nie, Changmin-aa, dan juga Yesung Hyung. Maniak tokoh kartun beruang berwarna kuning, sampai-sampai jam tangannya pun bergambar beruang. Lebih gemar membaca di perpustakaan ketimbang bergabung dan bergosip di taman dengan gadis-gadis lainnya. Aaa~ Aku benar, kan?” tutur Donghae Sunbae panjang lebar.

Aku tercenung. Tentu saja aku heran. Dahiku berkerut sepuluh, bibirku mengerucut kaget. Apa benar yang dihadapanku ini Donghae Sunbae? Apa ini hanya mimpi, saja? Aigoo, pagi ini benar-benar mampu membuat degup jantungku berdetak tak beraturan. Yoona, kau harus konsentrasi.

N-ne. B-bagaimana Sunbae bisa tahu tentangku?”

“Hahaha. Tentu saja aku tahu, kau ini cukup terkenal di SMA ini, Nona Im. Lagipula, semua orang juga tahu kalau hanya begitu saja. Apa kau tak menyadari itu? Ckck, sepertinya kau memiliki masalah kepekaan disini.”

“Tidak, kupikir tidak ada orang yang tahu siapa aku.” ucapku lirih. Aku benar-benar tak percaya dengan ucapannya, tentang aku yang cukup terkenal dan ia bahkan tahu siapa aku. Bodoh, kau Im Yoona! Seharusnya kau mengikuti saran Yuri Eonnie saja.

“Ya! Bagaimana bisa kau berpikir begitu? Hahaha. Babo, harusnya kau tahu, kau ini sering jadi bahan perbincangan siswa-siswa kelas 12, terutama namja.” ujar Donghae Sunbae.

Ne?”

“Aku serius, Nona Im. Oh iya, jangan panggil aku... Em, dengan kata ‘Sunbae’. Ditelingaku panggilan tersebut terasa asing. Panggil aku Oppa, arraseo?” ucapnya.

Oppa? Donghae... Oppa? Huaaa, aku yakin setelah ini aku akan berhambur pada ketiga sobatku yang selalu mencela dan memceramahiku mengenai hal ini.

“Ng-ngg. Ye, Donghae Sun– maksudku, Donghae Oppa.” ucapku terbata.

“Hahaha. Kau ini lucu sekali, Yoona-ya.” kata Donghae Oppa sembari mengacak-acak rambutku.

Deg. Jantung ini semakin kacau jika aku berlama-lama disini. Aku harus secepatnya meminta izin pergi, kalau tidak Donghae Oppa bisa mendengar suara detak jantungku. Itu gawat!

“Eng– Donghae O-oppa, a-aku harus segera ke kelas. Annyeong!” ujarku buru-buru dan langsung mengambil langkah seribu menuju kelas. Aku tak menoleh ke belakang, takut-takut kalau Donghae Oppa memandangku dan membuatku jadi tak ingin pergi. Aku mempercepat langkahku, aku harus menemui ketiga sahabatku. Harus.
***

JINJJA?!”

“Shhhht. Sooyoung-aa, Yuri Eonnie, Seohyun-nie! Sudah kubilang jangan berlebihan seperti itu ekspresinya.” decakku jengkel. Ugh, tahu begitu aku membekap mulut mereka sebelum aku bercerita.

Kami berempat sedang duduk bersantai di balkon atas, aku menceritakan kejadian tadi pagi. Dan..., kau pasti tahu reaksi ketiga sahabatku ini ketika mendengarkan ceritaku. Huft, harusnya aku membawa lakban atau lem sekalian. Suara mereka bisa terdengar sampai lantai dua, aku tidak bisa membayangkan kalau tiba-tiba angin puting beliung dikalahkan suara menggema berlebihan mereka. Oke, berlebihan.

“Sulit dipercaya! Bagaimana– maksudku, kau selama ini kan hanya berani memandang dari sini saja. Kok, bisa ya, Donghae Oppa tahu kau sebegitu detil?”

“Aku setuju Yuri-ya. Kukira, lelaki dingin seperti Donghae Oppa dan tidak punya perasaan. Tapi, 
benarkah ia mengatakan selengkap-lengkapnya tentangmu, Yoong-aa?” tanya Sooyoung padaku.

“Betul kok. Aku mendengarnya sendiri. Aku jadi bingung, katanya aku sering dibicarakan oleh teman-temannya. Kurasa ia berlebihan sekali.” keluhku. Ketiga sobatku mendengus, bahkan Seohyun menepuk dahinya. Alisku mau tak mau terangkat satu.

“Kalian kenapa?”

“Kau ini bodoh atau apa? Jelas saja kau diperbincangkan. Mana ada orang tak tahu kau, sama halnya dengan Donghae Oppa. Kau juga terkenal, Yoongie-ya. Anak bungsu pengusaha kaya raya, Im Family. Percayalah padaku, kau satu-satunya gadis paling lemot yang tidak peka lingkungan disekolah ini. Terkadang aku meragukan IQ-mu yang tinggi itu.” ucap Yuri Eonnie sebal setengah mati terhadapku.

“Ya! Sudahlah, aku jadi tidak mood membahas ini dengan kalian.” ketusku.

“Baiklah, baiklah, kami menyerah. Yang harus kita pecahkan disini adalah, mengapa bisa Donghae Oppa mengenal keperincian dirimu begitu? Apa jangan-jangan ia juga sama sepertimu, diam-diam memerhatikan dari persembunyian?” kata Sooyoung menengahi.

Molla. Kalau aku tahu, mana mungkin aku minta pendapat kalian, bodoh!” rutukku jengkel sembari menepuk dahi Sooyoung. Sedangkan gadis itu meringis.

“Tapi kan, biodata Yoona Eonnie memang tersebar dimana-mana, mengingat kau orang terpandang disini. Di internet, pasti ada. Di daftar sekolah ini juga, pasti ada. Im Ahjussi  kan nomor dua donatur terbesar disini. Betul kan?” celetuk Seohyun.
Betul juga, ya. Ah, kau Im Yoona, terlalu berharap ia mencari tahu tentang dirimu.

“Iya, sih. Tetapi gunanya apa, Seo-ya? Itu maksudku. Kita harus mendapatkan jawaban pasti. Karena aku tak ingin cinta pertama untukmu, menjadi petaka untukmu, Yoongie-ya.” jelas Yuri Eonnie. Aku mengangguk-anggukkan kepala, antara setuju dengan ucapan Yuri Eonnie atau sedang menyetujui pernyataan Seohyun tadi.

“Hm. Kurasa, ada baiknya aku tanyakan hal ini pada Kyuhyun Oppa. Eottohke, Eonnie? Bolehkah?” tanya Seohyun sopan. Aku tersenyum. Ini yang kusukai dari adik manisku satu ini. Meski keadaan mendesak sekalipun, ia tetap bertanya dan meminta izin dengan sopan, sehingga orang lain pun pasti akan merasa tenang bila berada didekatnya.

“Tentu saja. Tapi, jangan katakan padanya soal kejadian tadi pagi apalagi menyangkutpautkannya pada Kyuhyun Oppa, arraseo?”
***
Yeoboseyo?”

Yeoboseyo, ada apa meneleponku Seo-ya?”  terdengar suara di seberang. Suara bass khas anak lelaki yang beranjak dewasa. Kyuhyun Oppa. Ya, kami bertiga sedang menguping pembicaraan Seohyun dengan loudspeaker ponsel Seohyun, tentunya tanpa diketahui Kyuhyun Oppa.

“Ah, tidak. Aku hanya ingin minta bantuanmu, Oppa. Apa aku mengganggu saat ini?”

“Aish, kupikir kau merindukanku. Tidak sama sekali, Seohyun-nie. Mueoseul dowa deurilkkayo (Apa yang bisa aku bantu)?”

“Kau kenal baik dengan Donghae Sunbae, bukan?”

“Hmmm. Donghae Hyung? Lee Donghae? Anak kelas 12 itu, kan?”

Ne!”

“Lalu?”

“Donghae Sunbae orang kaya dan terkenal, kan ya?”

“Uhm. Memangnya kenapa?” Aku bisa merasakan nada heran dari cara bicara Kyuhyun Oppa, mungkin ia bingung mengapa tiba-tiba pacarnya menanyakan hal ini padanya.

“Tidak. Apa menurutmu Donghae Sunbae mengenal Yoona Eonnie? Errr, maksudku, apakah menurutmu Yoona Eonnie dikenal olehnya? Umm, kau tahu kan, Yoona Eonnie sahabatku, ia tak percaya ketika aku bilang ia cukup terkenal, Oppa. Jadi..., Yah. Aku hanya ingin tahu saja.” tanya Seohyun berkelit-kelit. Keringat dingin mengalir di kedua pelipisku. Jantungku berdegup kencang.

“Tentu saja Donghae Hyung tahu Yoona. Im Yoona sahabatmu itu kan? Yang selalu jalan berempat dengan kau, Yuri juga Sooyoung. Waeyo, Seohyun-aa? Ada masalah?”

Jeongmal? Apa Donghae Sunbae tahu semua tentang Yoona Eonnie?” tanya Seohyun terkejut. Aku bisa melihat Yuri Eonnie dan Sooyoung tersenyum penuh arti dari ujung mataku, namun aku pura-pura serius mendengarkan pembicaraan ini lebih lanjut.

Ne, bukankah sahabatmu itu memang anak pengusaha kaya? Bagaimana mungkin satu sekolah tak 
kenal ia. Kau ini bagaimana.”  celetuk Kyuhyun Oppa.

Aku –Yuri Eonnie dan juga Sooyoung– menghela nafas berat, sebisa mungkin kami tidak memperdengarkan suara lenguhan berat kami. Seohyun pun mendengus kesal, kudengar.

“Ya! Oppa! Seriuslah sedikit kalau berbicara. Ini menyangkut hidup dan mati!” Aku nyaris tertawa meledak, untung saja aku segera sadar akan telepon itu masih menyambung.

“Seo, aku tidak bercanda. Siapa sih, yang tak tahu Yoona? Tentu saja tak ada. Lagipula kau ini aneh-aneh saja. Yoona memang sudah banyak digunjing-gunjingkan banyak namja tahu!  Oh iya, aku ada janji untuk latihan futsal bersama teman-temanku. Sudah dulu, ya, jagiya. Saranghae!”

KLIK.

Seohyun bahkan kudengar belum mengucapkan sepatah kata untuk protes, namun Kyuhyun Oppa rupanya sangat gesit dan langsung mematikan teleponnya. Aku tersenyum kecut. Baru kusadari satu hal baru, aku dikenal bukan karena diriku, tapi karena perusahaan Appa dan Eomma-ku.
***

Ppali, Yoona, kau tidak ingin membuat Appa dan Eomma malu, kan?” teriak Appa dari bawah. Aku bergegas mengambil tas kecil yang biasa kubawa ketika ada acara makan malam dengan kerabat Appa. Ingat soal perkenalan? Ya, ya, akhirnya aku menyetujui saja. Tanpa memberitahu ketiga temanku soal ini. Aku ngeri bila memberitahu mereka justru akan membuat mereka kecewa.

Dress imut berenda cokelat tanah selutut dengan bando lucu senada, aku segera memasangkan sepatu flat berwarna cokelat tua bermotif bunga-bunga di bagian depan. Wajahku hanya kuolesi dengan bedak tipis dan lipgloss saja, aku tak suka berdandan menor seperti Ahjumma-ahjumma. Akhirnya dengan cepat aku menuju ke bawah. Kulihat Appa tengah menggerutu kesal, kakinya tak henti-henti menghentak-hentak tak sabar. Namun setelah melihatku, Appa langsung menarikku keluar, cepat sekali.
Aku heran, mau kemana aku ini dibawa mereka? Ke pesta atau bertemu ‘orang’ itu sih? Berlebihan sekali, aish...

“Kau ini, lamban sekali! Pantas saja, tak ada lelaki yang mau melirikmu. Jalanmu bagaikan keong, kau tahu, huh? Appa sekarang meragukan kecerdasan otakmu itu.” omel Appa tak jelas. Aku sih hanya diam dan mendengarkan ocehannya, sudah tiada guna pula aku membalas celotehan Appa. Yang ada aku kena tibas omelannya, bahkan lebih panjang lagi.

Yeobo, jangan marah-marah terus. Biarkanlah Yoona rileks menjelang bertemu sang calon suami.” tutur Eomma ketika aku dan Appa masuk ke dalam mobil. Mataku membulat kaget, aku memandang Eomma dengan pandangan apa-maksud-Eomma?

“Ah, benar juga. Tak seharusnya aku membuat Yoona semakin gelisah. Benar, kan, Yoong?” goda Appa. Aish, jinjja, apa-apaan ini!? Bukankah aku sudah bilang, aku tak mau kawin muda! Appa berjanji hanya akan mengenalkanku saja, bukan?

“Appa, Eomma, maksud kalian apa sih? Aku kan sudah bilang berkali-kali, aku tak ingin kawin muda! Aku masih mau meniti karir dan meneruskan kuliahku, Appa!” ucapku dengan rahang terkatup.

“Tekad Appa sudah bulat, Yoona. Kau harus mau dijodohkan. Apa kata orang-orang diluar sana, kalau tahu anak Appa tidak menikah dan meneruskan pekerjaan Appa kelak? Kau mau membuat dirimu sendiri menjadi perawan tua? Sadarlah, ini baik demi kelancaran bisnis Appa dan juga masa depanmu.” cecar Appa pedas.

Jujur, aku rasanya ingin menangis. Ini namanya tidak adil! Memangnya aku sebodoh itu dalam hal percintaan? Tidak juga, kan? Aku menyukai seseorang, meski aku tak tahu bagaimana perasaannya padaku. Tetap saja, setidaknya aku mencintainya. Walau aku tahu demi mendapatkan balasan dari harapan itu sangatlah kecil.

“Sudahlah, jangan beradu debat begini. Yoona, kau turuti saja kami, eo? Eomma janji, lelaki ini sungguh pas dan sempurna disandingkan denganmu, sayang.” lerai Eomma sebelum pertengkaran mulut dimulai lagi. Aku hanya dapat mengangguk pasrah, demi Eomma.

Restaurant, 20:00 KST

Suasana diruangan ini begitu dingin, terlebih aku mengenakan dress selutut. Aku hanya menunduk sejak kami datang. Dihadapanku ada seorang wanita paruh baya mendampingi sesosok lelaki berumur 40-an, meski begitu, tampaknya lelaki itu masih kuat beraktifitas dan terlihat gagah. Dan lagipula..., kemana lelaki yang katanya akan dijodohkan denganku itu? Daritadi aku sama sekali tidak menyadari ada ia disini. Huft, kakiku dan otot-otot leherku mulai terasa pegal.

“Baiklah, apa kabar Tuan Lee?”

“Sangat baik, Tuan Im. Sudah lama kita tak berjumpa, kau makin gagah saja. Kau sendiri bagaimana?” goda ahjussi  tersebut yang akhirnya aku tahu bermarga Lee.

“Ah, kau ini bisa saja. Aku tentu baik, apalagi setelah tahu anak-anak kita akan dijodohkan. Wuah, kurasa aku sebentar lagi akan menjadi Harabheojhi. Hahaha.” gelak tawa tak lepas dari wajah mereka. Sementara aku? Semakin merunduk saja. Appa ini benar-benar... Kami belum tentu menikah!

“Wah, aku tak menyangka anak bungsumu sangatlah cantik, Tuan Im. Persis seperti Eomma-nya.” celetuk wanita paruh baya dihadapanku.

“Ah, Nyonya Lee, bisa saja.” ujar Eomma tersipu malu. Aku merengut sebal. Masa aku yang dipuji, Eomma yang malu? Ada-ada saja.

“Mereka cocok sekali jika disandingkan, bukan begitu Tuan Im?” kata pria itu. Maksudku, Tuan Lee. Yea, whatever namanya, aku tak mau peduli juga.

“Cocok, cocok sekali, Tuan Lee. Aaa~ Aku yakin cucuku nanti memiliki wajah yang sempurna.” kekeh Appa.

What?! The?!

Mianhamnida, saya terlambat.”

Fiuh, untunglah. Sebuah suara berat dari arah belakangku, membuat kami semua terdiam dan menghentikan pembicaraan. Bagus, jadi aku tak muak mendengar kata-kata mereka. Kami menoleh –kecuali aku–, lalu tersenyum mengembang. Aku hanya diam. Keringat dingin membuat telapak tanganku basah. Aku tak berani menatap sosok lelaki yang akan dinikahkan denganku ini. Oh, Tuhan... Aku ingin hari ini cepat berakhir saja.

“Tak apa-apa, sayang. Kami juga baru datang.” ucap Nyonya Lee.

“Benarkah?”

Ye, duduklah. Kau pasti lelah, setelah pemotretan siang tadi.” sekarang gantian Eommaku  yang menasihati. Tunggu dulu, Eomma kenapa nampak akrab, begitu? Ish.

“Nona Im, perkenalkan. Ini calon suamimu alias anak bungsuku, kalian akan kami nikahkan pada saat kau lulus SMA kelak. Cocok, bukan? Kalian sama-sama anak bungsu dan menawan. Hahaha. Oh, iya, kudengar kalian bersekolah di tempat yang sama, kan? Jadi.., kurasa tidak masalah dengan pendekatan. Kalian mulai saja pelan-pelan, oke?” ucap Tuan Lee memperkenalkan anaknya. Aku tersentak. Satu sekolah? Leherku saja hampir putus rasanya kalau Appa tidak menaikkan daguku hingga aku bertatap mata dengan...

“OMONA! DONGHAE SUNBAE?!” teriakku.
***

“Jadi..., selama ini Sunbae sudah tahu, akulah yang akan menjadi pendampingmu, begitu? Kau juga tahu kalau aku, Im Yoona, akan dijodohkan denganmu saat aku lulus SMA nanti, hah?”
Setelah acara makan malam tadi berakhir, Eomma dan Appa menyuruh  Donghae Sunbae mengantarku pulang. Awalnya aku tidak mau, tapi Eomma dan Appa bersikeras memaksaku. Alhasil, beginilah jadinya. Aku terus menginterogasi Donghae Sunbae dengan berbagai pertanyaan yang menyeruak begitu saja di hatiku ketika kami berada di dalam mobil Donghae Sunbae.

Kau tahu? Percakapan kami di restoran tadi, tak gelak membuatku semakin cemberut kesal. Ternyata selama ini, Donghae Sunbae sudah mengetahui detil tentang aku. Apa makanan kesukaanku, warna favoritku, tempat yang sering kudatangi dan juga tahu ketiga sobatku yang cerewet itu.

“Yap. Kenapa?”

“Kenapa kau–”

“Tidak memberitahumu?” Donghae Sunbae melirikku sekilas. Aku memalingkan wajahku keluar jendela, memandangi jalanan kota Seoul yang ramai, daripada aku harus bertatap wajah dengan namja babo disampingku ini. Kesal, jengkel, marah, kecewa, dan... Terserah ungkapan apa itu. Yang jelas, aku merasa tidak dihargai. Bisa-bisanya ia pura-pura tak tahu. Pantas saja, tempo hari ia bisa mendeskripsikan diriku secara detil begitu. Tidak sopan.

“Ya! Nona Im, jangan marah padaku, jebal.”

“Aku tidak marah.” ketusku.

Jinjja? Kelihatannya malah berbalik. Memangnya apa salahnya aku diam saja? Kau tahu kan, selama ini aku lebih sering bersama teman-teman namja-ku dan jarang –bahkan tidak pernah– jalan atau kencan dengan yeoja-yeoja di sekolah.”

Aku menoleh cepat. Apa maksudnya?

“Errr– maksudku, aku ini bukan tipe namja yang gesit dalam percintaan. Justru bisa dibilang, aku ini yang paling bodoh dari kami berempat. Yaah.. Kau pasti tahu siapa saja yang aku maksudkan. Contoh saja, Yesung Hyung. Ia dengan mudah mendapatkan hati sahabatmu itu... Em, Yuri-ssi. Atau mungkin, Changmin? Sekali kedip, sepuluh gadis langsung mengerubutinya. Ah! Kyuhyun juga begitu. Ia sangat membanggakan dirinya yang bisa menaklukan hati Seohyun-aa. Sementara aku? Sejak Appa memberitahuku soal dirimu dan perjodohan kita, aku hanya bisa diam saja. Padahal dari dulu aku sudah kagum padamu, Yoona. Aku ini... Pengecut.” tutur Donghae Sunbae menunduk sendu.

Aku tercengang. Hei, ingat ya, baru sekali ini aku melihat wajah dingin Donghae Sunbae berubah jadi sendu. Dan tambahan. Apa sekarang ia sedang curhat padaku? Sudah lebih dari dua kata yang ia ucapkan. Banyak orang bilang, Donghae Sunbae orangnya dingin. Mengapa denganku seperti ia bercerita pada Eomma-nya?

“Kau pasti heran, kan? Kenapa aku menerima saja tawaran Appa ini, kenapa aku bisa bercerita hal ini padamu, dan juga kenapa... Kenapa aku bisa mengekspresikan jiwaku sekarang. Iya, kan?”

“Sebetulnya, kupikir kau orang yang sinis. Upss.” ucapku keceplosan. Aku menutup mulutku dengan telapak tangan. Takut-takut, aku melirik ke arah Donghae Sunbae yang meringis malu.

“Hahaha. Tak apa. Aku mengerti. Biarpun aku sinis pada gadis-gadis norak di sekolah kita, yang selalu mengajakku jalan atau sekedar mencari bahan obrolan denganku ketika istirahat, aku tetap berhati lembut pada teman-temanku.” pujinya pada diri sendiri dengan amat narsis.

Alisku berkerut. Aish, apa benar ia Donghae Sunbae? Mengapa ia begitu percaya diri begini, ya? Tidak seperti kata orang-orang.

“Kau percaya diri sekali.” cibirku jengkel.

“Memang benar, tahu. Buktinya kau saja sebenarnya juga menyukaiku, kan? Anio, bukan suka tapi sayang. Eo?” godanya yang sontak membuat wajahku memerah dan panas.

What the... Ia bilang apa? ‘JUGA’?

“YA! Siapa bilang?!” decakku cemberut sebal. Namja ini tak seperti yang kukira.

“Aaa~ Mengaku saja, Yoona-ya. E, berarti mulai sekarang kau harus memanggilku... Yeobo atau jagi
Kau kan mencintaiku.” godanya lagi.

Aish! Habis sudah mukaku dihadapannya! Aku mengerucutkan bibir sembari menggembungkan pipiku. Wajahku semakin memerah kala ia mendekatkan mulut besarnya ke telingaku dan berbisik.

“Karena kau selalu melihatku dari balkon atas saat aku bermain bola, ne?”

Yoona kau benar-benar spechless sekarang. Eottohke?!

“Terserah kau saja, aku tak peduli!” ujarku sinis.

“Hehehe. Cuma bercanda. Setidaknya..., aku merasa nyaman sekarang ini. Bersamamu.”

Mwo?” spontan aku menoleh. Alisku bertaut. Apa.. Katanya..

“Kau orang yang supel, tak heran banyak orang mengunjing-gunjingkan dirimu. Mudah beradaptasi dengan orang lain. Senyuman yang ramah dan murah hati. Kau berparas cantik luar–dalam, sehingga tak ada orang yang sanggup untuk mengecewakan dirimu.” tambahnya lagi.

“Aku semakin tidak mengerti maksudmu, Oppa.”

“Begini saja. Apa kau percaya? Kalau aku bilang sebenarnya... Aku sudah menyukaimu cukup lama?”

Deg. Benarkah? Aku diam tak bergeming. Bibirku terasa kaku, tak ada satupun kata yang keluar dari mulutku. Kuyakin wajahku terlihat bodoh dihadapannya. Kenapa aku merasa malam ini, malaikat jatuh ke Bumi?

“Dari saat kau menolong anak kecil yang terperosok di pinggiran jalan dan tak ada yang menolong. Anak kecil itu terluka dan menangis. Ia seorang yatim piatu dan hanya mengemis dijalanan, namun orang-orang yang berlalu lalang seakan tak menghiraukannya. Aku tahu kau anak pejabat, karena aku sempat melihatmu saat pertemuan pejabat se-Seoul. Aku kagum pada sosokmu saat itu. Kupikir, gadis cantik keturunan orang penting takkan mau melakukannya. Tapi, kau berbeda. Kau menolong anak itu, memberikannya permen dan tersenyum ramah, menghentikan tangis anak itu. Memberinya kecupan di kening, dan menggandeng bocah kecil itu pergi makan bersamamu. Akhirnya aku memutuskan untuk mencari tahu namamu dan berita-berita tentangmu. Aku senang saat tahu kau bersekolah di sekolah yang sama denganku.  Dan.., sejujurnya aku lebih suka dengan sosok gadis keibuan yang dandanan biasa daripada gadis angkuh yang fashionable. Aku terkejut saat Appa memberitahuku bahwa aku akan dijodohkan denganmu, Nona Im, ah– Yoona. Dan kau tahu, sejujurnya saat itu aku ingin sekali memeluk Appa. Hanya saja.. Aku gengsi melakukan itu. Hehehe.” tutur Donghae Oppa.

Aku terperangah. Ia mengingat kejadian lama itu? Aku saja tak ingat dan bahkan tak tahu ia memerhatikan aku saat itu. Whoaaa, kedua pipiku merona.

“Emm. Jadi begitu...” Bodoh! Kenapa kau hanya mengatakan itu, Im Yoona?

“Apa kau menerima perjodohan ini dengan senang hati, err– begini maksudku, apa kau tidak keberatan kalau kau... Dijodohkan denganku? Apa kau yakin dengan perjodohan ini?” tanya Donghae Oppa terbata dan gugup. Kulihat ia mengelus tengkuknya sembari tersenyum kikuk.
Kau tahu bagaimana rasanya bahagia? Aku tersenyum tanpa sadar. Membuat puppy eyes­-ku merekah.

“Tentu saja tidak.” ucapku mantap.

Ia menoleh cepat. Matanya memicing sampai dahinya itu berkerut. Ya ampun, mungkin ia sedikit tak percaya. Tapi, sudahlah, toh ia juga sudah tahu aku sering menatapnya dari balkon, huh.

“Kalau begitu..., apa tidak apa-apa kalau kau menikah denganku saat kau baru lulus SMA nanti?”

Ye, aku tak apa.” jawabku diiringi dengan anggukan mantap.

Jeongmal? Emm, kalau begitu, bolehkah mulai sekarang aku menjagamu dan tidak membiarkanmu lepas dariku. Kau tahu? Saat aku memutuskan satu gadis untuk menemani hidupku, aku berjanji tidak akan melepasnya dan membiarkannya menangis. Itu prinsipku.” ujarnya dengan senyum mengembang.
Aku mengulum senyum tulus dan gembira. Kemudian mengangguk senang. Kulihat ia menatapku berbinar, bibirnya melengkung keatas. Tuhan, begitu sempurnanya Engkau menciptakan wajah namja  ini? Perasaan bahagia mengerayangiku, bahagia karena bisa bersama namja idamanku. Entahlah, yang pasti sekarang aku benar-benar merasa beruntung.
***

1 Years Later



“Ya! Yoona-ya!”

Aku menoleh lalu tersenyum ramah. Kudapati ketiga sahabatku bersama dengan kekasih masing-masing berlari ke arah aku berdiri –mungkin lebih tepatnya meyeret kekasih-kekasih mereka tersebut– dengan gerakan cepat. Yap, kini aku bersama mereka akan pergi berlibur untuk merayakan kelulusan kami. Maklum, sudah setahu berlalu sejak keajaiban waktu itu.

“Apa kau sudah menunggu terlalu lama? Kemana ikan laut itu? He, ia belum datang kah?” cecar Yuri Eonnie. Aduh, Eonnie, kalau bicara jangan cepat-cepat, aku tidak mengerti tahu. Kebiasaan lama muncul lagi.

“Benar, aku tak melihatnya sosok Donghae Sun– maksudku Donghae Oppa.” kata Seohyun dengan wajah polosnya.

“Belum terlalu lama, aku juga baru sampai kok. Ikan? Ooo, maksudmu Donghae Oppa?” tanyaku. Yeah, kini aku dan Donghae Oppa terlihat lebih sering ‘bersama’, karena perjodohan tentu saja. Tak terasa sudah satu tahun lamanya kami bersama. Setahun itu pula kami lalui dengan saling mendekatkan diri masing-masing, juga mengerti satu sama lain. Meski terkadang ada kalanya terhambat, mengingat Donghae Oppa kini tengah meneruskan kuliahnya.

Yuri Eonnie, Sooyoung, dan Seohyun sudah mengetahui hal ini sejak lama dan mereka sangat setuju. Aku jadi geli kalau ingat satu tahun lalu, ketika mereka jingkrak-jingkrak bahagia setelah mendengar berita tersebut. Lalu..., Yah, ini adalah ‘kencan’ kami yang pertama. Aneh, bukan? Padahal kami sudah setahun bersama, tapi Donghae Oppa tak pernah lebih dari sekedar mengantarku pulang dan mejemputku ke sekolah. Oh iya, Donghae Oppa telah lulus SMA setahun yang lalu, ia diterima di Kyunghee University. Meski begitu, aku dan Donghae Oppa masih sering berkomunikasi, ditambah kedua orang tua kami yang gencar-gencarnya mendekatkan kami berdua. Aigoo.

Dan ketiga sahabatku tidak ingin terjadi apa-apa antara aku dan Donghae Oppa disaat kencan pertamaku –ralat, maksudku kami–. Jadinya mereka membawa kekasih masing-masing dan mengikuti kegiatanku hari ini –meski awalnya Donghae Oppa membantah, tapi akhirnya ia pasrah saja. Jinjja, aku jadi terharu.

Ye, mana bocah itu? Apa ia lupa akan janjinya padamu?” protes Yesung Oppa dongkol. Kulirik pergelangan tangannya yang memerah. Sudah bisa ditebak kan?

“Apanya yang bocah, Hyung? Aku sudah sampai, beberapa menit setelah kalian tiba.” ucap Donghae Oppa mengejutkan kami. Wajahnya cemberut sebal, bibirnya itu... Aigoo, ingin kukecup rasanya, eh?

“Hyung, kau ini membiarkan kami diseret-seret oleh mereka, hm?” seru Kyuhyun Oppa ikutan sebal. Aku menaikkan satu alisku, ada-ada saja mereka ini. Sudah lulus SMA, kekanak-kanakkannya masih tersisa.

“STOP! Sudah, lebih baik, kita segera masuk ke Lotte World sebelum antrian memanjang, oke? Kajja bersenang-senang!” teriak Yuri Eonnie dan Sooyoung berbarengan. Aku menggeleng-gelengkan kepala heran, kulihat Seohyun malah cekikikan melihat Yesung Oppa dan Changmin Oppa ditarik-tarik kekasih masing-masing.

Jja, ayo, kita ikut, Seo-ya. Hyung, ppali kita jalan. Jangan memandangi Yoona terus, aku tahu kau pasti memuji gadismu, tapi lama-lama yang melihat juga risih, tahu.” kekeh Kyuhyun Oppa sebelum beranjak pergi. Pipiku merona mendengar ucapan Kyuhyun Oppa.

“Ya! Awas kau, ya, Kyuhyun-aa! Aish, dasar anak setan. Ah, Yoona, ayo kita susul mereka.” ajak Donghae Oppa sembari menarik tanganku. Ya, bergandengan tangan. Hanya sekedar tangan, aku dan Donghae Oppa sepakat untuk tidak melakukan lebih sebelum kami menikah.

Aku tersenyum padanya. Meski  belakangan ini aku merasakan ada kejanggalan dalam tiap helaan nafas Donghae Oppa seakan tengah menghadapi sesuatu yang berat, tetapi aku memilih tak ambil pusing. Toh, kami sudah bukan anak SMA lagi.
***

“1 pizza ukuran large, 3 mangkuk kimchi ukuran large, 2 lasagna ukuran medium, lalu 4 es melon, 2 capuccino dan juga 2 air mineral. Gamsahamnida, Ahjumma.”

Aku memesan beberapa makanan karena kami memang sangat lapar. Terlebih tadi Yuri Eonnie hampir muntah karena menaiki roaller coaster yang terkenal mematikan di Lotte World ini. Alhasil, Yesung Oppa jadi korban dicengkram olehnya. Yah, ampun.

Dan satu lagi, kali ini aku merasa ada yang berbeda dari Donghae Oppa. Ia lebih banyak diam dan memerhatikan ponselnya. Terkadang aku menangkap ia tengah menghela nafas berat dan berdecak, lagi dan lagi. Seperti... Ada beban. Hanya saja ia kerap ikut tertawa saat bermain bersama.

“Oiya, Yoona, kau kan sudah lulus. Lalu kapan kalian, –maksudku kau dan Donghae akan menikah? Aku sudah tak sabar menanti pernikahan kalian, kkk.” tanya Yesung Oppa ketika kami sedang beristirahat di sebuah cafe. Pertanyaan pertama sejak kami duduk di cafe ini, entah mengapa lidaku begitu kelu untuk menjawabnya. Disaat bersamaan, ahjumma pemilik cafe ini sudah datang membawa nampan berisi berbagai makanan dan minuman yang kupesan tadi. E, cepat sekali.

Donghae Oppa tersedak, sementara aku menggigit bibir bawahku. Pertanyaan ini juga yang berkelebat di otakku. Katanya setelah lulus SMA, aku akan dinikahkan dengannya. Langsung. Tetapi sampai sekarang aku tak mendengar isu-isu itu lagi. Bahkan kini aku merasa kedua orangtuaku semakin sibuk saja, huh.

Gwenchana, Oppa?” tanyaku lembut. Aku memberikan cappucino miliknya seraya menepuk-nepuk punggungnya. Memberi sedikit ketenangan.

“Ah, aku tak apa-apa, Yoong.” jawabnya tersenyum ala anak kecil.

“Hei, cepat jawab pertanyaan Yesung Ahjussi, Donghae Oppa!” gerutu Sooyoung kesal. Ia menyesap es melonnya seakan baru mengangkat beban sepuluh ton, ckck Soo-ya, kau ini kebiasaan.

Aku pun menunduk, ikut menunggu pernyataan Donghae Oppa. Kulirik ia, mata menerawang kosong. Entah apa yang ada dipikirannya. Kok perasaanku jadi tidak enak begini, ya?

1 detik.

2 detik.

3 detik.

4 detik.

5 detik.

“Mungkin akan diundur sampai aku selesai sarjana.” jawab Donghae Oppa cepat lalu memalingkan wajahnya.

MWO?!” koor keenam orang dihadapanku. Sementara aku menatap tajam Donghae Oppa yang memang berada disampingku. Tapi ia malah megalihkan wajahnya. Ada apa ini?!

“Apa maksudnya, Donghae-ya! Kau ingin mempermainkan gadis, heh? Dulu kau bilang akan langsung menikahinya setelah Yoona lulus SMA? Memangnya Appa-mu memperbolehkanmu bersikap seenaknya begini?” tanya Yesung Oppa heran.

Anio.”

“Lalu kenapa kau memutuskan untuk memundurkan tanggal pernikahan kalian?” tanya Seohyun dengan tatapan kecewa. Aku tahu, diantara mereka, Seohyun lah yang paling dekat denganku. Itu sebabnya ia langsung merasakan getaran dihatiku, meski aku menyembunyikannya.

Molla. Kurasa..., aku harus fokus kuliah sampai gelar sarjana kusandang.” serunya sambil menyeruput minumannya lagi.

CTARR.

Bagaikan dihambar petir.

Sakit, sekali.

Dadaku sesak begitu saja.
Entahlah, mungkin ini berlebihan untuk kalian. Tapi.., ingatkah kalian saat aku dulu memutuskan untuk mendekatkan diri dengannya dan berusaha menerima nasib kalau aku dijodohkan dengan namja ini? Aku bahkan rela tidak mendaftar kuliah dan memutuskan untuk ikut jalur tahun depan demi ini semua. Tapi, kenapa?

“Jadi... Kau tidak ingin melanjutkan kuliahmu, Yoong?”
“Bukan begitu, Oppa. Setelah aku menikah, aku akan melanjutkannya. Karena nanti aku pasti akan sibuk mengurusi semua keperluan menjelang pernikahan, jadi aku memutuskan untuk menunda daftar kuliah.”
Jeongmal? Kau benar-benar mencintaiku rupanya.” goda Donghae Oppa dengan seringai kemenangannya. Aish, kebiasaan.
“Oppa!!”

Aku takut aku tak tegar, maka dari itu aku berusaha tersenyum meski terasa hambar dan pahit.

“E, aku izin ke toilet dulu, chingudeul.” pamitku sembari menyelempangkan tasku.

Aku berusaha setenang mungkin beranjak meninggalkan orang-orang yang berada disana. Kusunggingkan senyum rupawanku. Menampilkan keceriaan seperti biasanya. Rupanya tidak dengan hatiku yang remuk begitu saja.

Apa kau pernah merasakan saat janji-‘nya’ padamu diingkari?
Bagaimana rasanya itu semua?
Sakit. Dan perih. Juga sesak.
Bisakah waktu berputar? Agar aku bisa merekam janjinya, itu?

Aku bersandar di daun pintu toilet cafe. Mataku kian memanas dan akhirnya kristal-kristal bening meleleh di pelupuk mataku. Dadaku masih merasa sesak. Kelu dan beku, itu yang aku rasakan. Padahal aku sudah rela untuk menuruti kemauan Appa agar mendaftar kuliah setelah pernikahan terlaksanakan. 

Tetapi, kenapa Donghae Oppa memundurkan segalanya?

Apa aku ada salah?

Aku kurang apa padanya?

Oh, Tuhan. Aku yakin hanya Engkau yang tahu. Dan semoga saja, dibalik semua ini, ada alasan pasti yang tidak membuatku tersakiti atau menderita.
***

Ini sudah menjelang seminggu semenjak ‘kencan’ pertamaku dan Donghae Oppa berakhir dengan sangat tidak romantis. Setelah balik ke meja tempat kami berkumpul –tentunya sehabis puas menangis di toilet cafe waktu itu–, Donghae Oppa menarikku untuk pulang. Aku pun menurut saja. Pamit sekenanya kepada enam orang temanku yang masih terpaku sembari tersenyum. Tersenyum pahit tepatnya. 

Mereka menatapku nanar. Hei, aku juga kecewa, bung.

Dalam mobil pun kami tak banyak bicara. Ugh, canggung sekali pokoknya. Ketika sampai rumah pun ia langsung berpamitan, katanya ada pekerjaan yang harus diselesaikannya cepat-cepat.

Dan lagi-lagi aku hanya bisa termangu dan mengangguk. Bodoh, bukan? Yoona, sejak kapan kau lemah dan turut akan kemauan orang begini, hm? Ck, sudahlah, aku ini memang bodoh dalam cinta.

Aku melamun menghadap keluar jendela kamarku. Kulirik jam Winnie the Pooh di atas meja belajarku. Pemberian dari Donghae Oppa setengah tahun yang lalu, saat tahu aku mendapatkan juara umum semester pertama kelas 12.

Aku mendengus. Tiba-tiba rasanya aku pusing dan sungguh tidak bernafsu untuk melakukan hal lainnya, selain tidur dikamar atau menonton TV. Sungguh, aku jadi malas-malasan. Karena bosan mengurung diriku hampir seminggu ini.

Appa dan Eomma sibuk mengurusi pekerjaan mereka di kantor masing-masing. Eonnie-ku? Tentu saja ia sibuk mengurus rumah tangganya. Yuri Eonnie, Sooyoung maupun Seohyun tak terdengar kabar lagi. Hanya Seohyun yang meneleponku malam-malam setelah dari Lotte World waktu itu. Tentu saja menanyakan apa aku baik-baik saja, atau malah tidak baik sama sekali.

Lalu Donghae Oppa? Jangan ditanya lagi. Ia pasti sibuk dengan ‘pekerjaan’nya.
Jadilah aku selalu dirumah sendirian. Menyesap teh hangat di pagi hari, menonton TV, memasak makan siang, mandi, tidur, membaca novel dan lain sebagainya yang –mungkin kalau aku tidak punya hormon tidak bisa gemuk, aku bisa jadi gempal– membosankan.

Sama seperti hari ini. Aku melenguh sebal. Mengapa orang-orang seakan sibuk dengan dunia mereka sendiri, sih? Aku jadi sebal.

Trrrt. Trrrt.

Ponselku bergetar. Aku melirik sekilas. Dengan malas, aku mengambilnya dan menekan tombol hijau.

Yeoboseyo?”

Yeoboseyo. Yoona? Ah, mianhae, sayang. Eomma lupa membawa desain baju baru di laptop. Eomma menaruhnya di ruang tamu. Padahal sekarang Eomma ingin menampilkan deskripsi dari gaun itu di butik Eomma malam ini. Bisakah kau mengantarkannya kemari? Secepatnya, ya. Gomawo, Yoona.”

KLIK.

Mati. Telepon terputus dari satu arah. Errr, Eomma selalu begitu. Kalau panik, nyerocos tak henti-henti 
seakan lupa akan lawan bicaranya di seberang.

Dengan malas, aku beranjak mengganti bajuku dengan baju terusan berwarna hijau selutut menutupi legging hitam yang kukenakan. Tak lupa jaket kulitku dan tas selempang. Aku mengambil laptop Eomma di ruang tamu, memasukkannya ke dalam tas selempangku yang besar. Lalu keluar dari rumah secepat mungkin, tanpa memerhatikan jam.

Hng, angin malam ini rupanya sedang bersemilir damai. Bulan dan bintang seakan menemaniku pergi dari rumah, untuk pertama kali setelah seminggu ini mengurung diri dirumah. Aku pun segera mengunci pintu rumah dan menstater mobil sedan merahku. Menyusuri jalanan kota Seoul yang ramai berlalu lalang mobil-mobil.

“Eomma! Aku datang membawa laptop pentingmu ini. Hei. Eomma, kau dimana, sih? Oh, ayolah jangan bercanda.” ujarku gemetaran. Rasa takut gelap dan juga bingung berkalut satu didalam pikiranku.

Lampu-lampu butik Eomma tak menyala satupun dari aku masuk ke dalam. Dan tampaknya butik Eomma tidak berpenghuni. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku rasa butik Eomma sudah tutup. Kulirik jam Gucci cokelatku. Pukul 23.55. Jelas saja, butik Eomma sudah tutup. Mengapa pula aku langsung pergi kemari? Eomma kan tidak bilang bertemu denganku disini, dasar Im Yoona bodoh.
Dan... apa? Ini tanggal... 29 Mei? Kenapa aku lupa besok ulangtahunku? Aku pun menghela nafas panjang. Pasti takkan ada yang ingat, deh. Seperti biasa. Lalu berjalan menuju pintu kaca butik Eomma, sampai akhirnya aku merasakan ada yang memelukku dari belakang sambil menutup kedua mataku dengan selembar kain. Sontak aku terkejut.

“YA!! SIAPA KAU? LEPAS!” teriakku panik. Aku memberontak kuat, tetapi tangan kekarnya seperti mengunci tubuh mungilku.

Diam. Tak ada jawaban, malah orang itu semakin mendekapku erat.

Ah! Aku kenal bau feromon ini. Aku sangat tahu bau parfum vanilla yang sering digunakannya. Bau 
ini.... Dia.

Tiba-tiba pelupuk mataku memanas dan wajahku memerah seiring dengan desah nafasnya di tengkukku.

“D–donghae O–oppa.” panggilku lirih. Kurasakan tatapan mataku yang –melihat pintu kaca butik Eomma– kabur. Airmataku meleleh begitu saja.

Rindu, kecewa dan sedih bercampur satu dihatiku. Aku masih sebal dengan penyataannya minggu lalu, tetapi disisi lain, aku sangat mencintainya. Oke, sekarang aku akui, aku bukan sekedar mengaguminya. 
Satu tahun kami bersama, semakin kuat pula perasaanku padanya. Tapi aku takut ia meragukanku.

Ia diam tak menjawab, meski begitu aku tahu ia tengah tersenyum.

“Apa kau merindukanku, jagi?” tanyanya dengan intonasi nada lembut.

“Tentu saja aku me– merindukanmu. K– kau sibuk akhir-akhir i–ini. Aku tak punya t–teman di–dirumah belakangan i–ini. Jejeongmal bogoshippo.” jawabku terbata karena terisak. Aish, kau pasti bercanda, Yoona-ya. Kau menunjukkan wajahmu ketika menangis dihadapan pangeranmu, huh? Memalukan.

“Benarkah? Kalau begitu.. Diam dan berbaliklah.” perintahnya dengan tegas. Perlahan namun ragu, aku berbalik dibantu dengan lengannya.

Aku tertegun sesaat ketika tangannya terulur ke belakang kepalaku dan melepaskan ikatan kain yang menutup kedua mataku. Setelah terlepas, aku mengerjap-ngerjapkan mataku beberapa detik karena cahaya yang masuk ke dalam mataku secara tiba-tiba membuat mataku silau. Entahlah, sejak kapan lampu ini menyala?

“HAPPY BIRTHDAY, IM YOONA!”

Aku terperangah.

Kaget dan terharu.

Bagaimana tidak? Lihatlah, dihadapanku ada Eomma, Appa, Eonnieku beserta suami dan anaknya, ketiga sahabatku juga kekasih mereka masing-masing, dan kedua orang tua Donghae Oppa dan Donghwa Oppa, kakaknya Donghae Oppa. Aku melihat sekitar butik, terpampang berbagai pita-pita berwarna-warni yang tertempel di dinding butik Eomma. Dan tak ada satupun desain-desain Eomma disini, yang ada hanya kue tart dua tingkat dengan hiasan berbentuk hati. Aku mendongak, ada sekitar lima puluh balon melayang-layang di langit-langit butik. Poster besar terpasang apik dihadapanku, bertuliskan ‘Happy Birthday Deer-Yoong!’. Lampu-lampu yang menyala terhias bagus, menampilkan kesan romantis.

Airmataku mengalir deras. Aku mengatupkan mulutku dan menunduk. Jadi selama ini mereka sengaja meninggalkan aku dirumah sendirian demi semua ini? Oh, Tuhan, bolehkah aku menjerit bahagia?

“Ya! Rusa, kenapa kau menangis begitu, huh? Kau tampak jelek ketika menangis, tahu. Hahahaha.” tanya Kyuhyun Oppa yang sedetik kemudian dijitak Yuri Eonnie dan Sooyoung bersamaan.

“Bodoh, tentu saja ia terharu. Yoona-ya, kemarilah!” seru Yuri Eonnie.

Aku diam, kakiku tak merespon untuk mendekat sampai aku merasakan tangan kekar dari belakangku menggendongku ala bridal ke arah sofa yang sengaja ditaruh di tengah-tengah antara orang-orang terbaikku ini.

“Aduh, baru saja bertemu sudah mengumbar kemesraan.” sungut Donghwa Oppa diikuti kuluman senyumyang menggoda kami berdua. Pipiku bersemu merah, aku menenggelamkan wajahku di dada Donghae Oppa.

Donghae Oppa tersenyum kecil, kemudian ia menurunkan aku di sofa. Aku duduk dilingkari banyak orang. Ya, semua orang yang berarti dalam hidupku.

“Baiklah, sekarang kau berdoalah lalu tiup lilinnya, Yoona! Setelah itu kita makan kue~” seru Sooyoung paling semangat.

“Ish, aku tahu kau hanya menginginkan kuenya, Sooyoungie.” keluh Changmin Oppa diiringi jitakan Sooyoung di kepala Changmin Oppa. Aku terkikik pelan, mereka ini selalu saja begitu.

Aku pun menundukkan kepalaku dan berdoa. Tuhan, apabila Donghae Oppa dan aku ditakdirkan bersama, tolong jangan pisahkan kami. Terimakasih telah memberikanku kehidupan yang layak, terimakasih atas segala keindahan hidupku. Terimakasih Engkau telah menghadirkan berbagai orang yang menyayangiku dan selalu berada disekitarku. Tuhan, jagalah aku dan Donghae Oppa.

Setelah selesai berdoa, aku meniup lilin dan segera memotong kue. Kue pertama, tentu saja kuberikan pada Eomma dan Appa-ku. Lalu aku berikan pada Eonnie-ku. Tiba saatnya aku memberikan kue pada Donghae Oppa, aku mendengar teriakan Seohyun yang bahagia.

“Suapi Yoona Eonnie dong, Oppa! Kalian kan tidak bertemu dalam waktu seminggu, terlebih sikapmu yang dingin pada Yoona Eonnie. Ayo, dong!”

Wajahku memanas, lagi. Aish, hari ini memalukan sekali!

Anio, tak usah.” ujarku pelan, berusaha menundukkan kepalaku.

“Suapi, suapi, suapi!” koor mereka semua. Oke, kuulang. S–E–M–U–A.

Donghae Oppa terkekeh, ia menampilkan senyum lebarnya yang kusukai. Tapi tetap saja Donghae Oppa mengambil sendok dan memotong kue dengan ukuran kecil, seperti perintah Seohyun. Ia menyodorkanku sendok itu sembari mengerlingkan matanya. Terpaksa aku memakan kue itu, meski dalam hati aku sangat senang.

“CIEEE.” koor ketiga pasang orang bodoh yang seringkali membuatku tersenyum itu. Ugh, mereka ini.

“Ah, sudah sudah. Mari kita bersenang-senang! Im Yoona, anakku, saengil chukkahamnida.” ucap Eomma sembari mengecup keningku bersamaan dengan Appa. Aku memeluk mereka yang mengapitku. Pandanganku beralih pada kakakku tercinta yang tengah menatapku dengan gembira. Senyum eye-smile-nya yang khas, membuatku gemas saja.

“Aish, adikku sudah begitu besar rupanya. Lihatlah dirimu, neomu yeoppo.” pujinya.

Aku meringis, lalu memeluknya erat. Sudah lama aku tak bertemu dengannya.

“Terimakasih, Eonnie. Gomawo, sudah ikut membantu menyiapkan semua ini.” ucapku menahan tangis yang akan keluar lagi.

“Hm? Katakan terimakasih padanya. Berkat ia selama dua minggu ini, acara kejutan ulang tahunmu bisa terlaksanakan. Berkat bantuan keenam teman baikmu pula hal ini bisa sesukses ini. Dan juga... Berterimakasihlah pada orangtua Donghae juga Eomma dan Appa, berkatnya kita bisa dengan mudah membeli segala peralatan ini. ” tunjuknya dengan dagu.

Aku menoleh ke arah Donghae Oppa yang berada ditengah-tengah antara Donghwa Oppa dan kedua orangtuanya menatapku dengan senyum ramah dan bahagia. Ada juga ketiga pasang kekasih yang saling memeluk pinggang satu sama lain tersebut cengengesan menatapku. Senyumanku melebar, bolamataku tampak berkaca-kaca. Ah, lagi-lagi aku terlihat lemah dihadapan orang-orang yang menyayangiku.

GOMAWO CHINGUDEUL, EOMMA APPA, EOMMONIM HARABHEOJI, DONGHWA OPPA 
DAN...D–DAN.. DONGHAE OPPA.” teriakku membuat mereka sontak kaget, tetapi sedetik kemudian mereka tertawa. Aku pun tertawa dengan airmata mengalir. Ulang tahunku yang ke 18 ini, benar-benar akan kuingat. Terlebih ketika Donghae Oppa menghampiriku, merogoh kantung celana kainnya. 

Mengeluarkan kotak kecil dan membukanya. Cincin kembar.
Kemudian ia mengucapkan satu kalimat yang membuatku langsung membeku haru.

“Saranghae, Im Yoona. Will you marry me?”


EPILOG

Malam ini merupakan malam terindah dalam hidupku. Setelah semalam Donghae Oppa memberikan aku kejutan dan melamarku, ternyata pagi harinya aku diboyong menuju gereja yang sudah sangat tertata rapi. Aku sempat shock ketika tahu aku akan menikah hari ini juga. Ketika aku ulangtahun. Astaga, bukankah aku orang yang sangat beruntung? Masa remajaku begitu berarti.

“Memikirkan apa, yeobo-ya?” panggil Donghae Oppa seraya memeluk pinggangku. Ia meletakkan dagunya di bahuku. Menatapku dari samping.

Yap, sekarang Donghae Oppa resmi menjadi nampyeon-ku. Tadi pagi, kami mengumandangkan janji suci yang mengikat kami. Dan tadi pagi pula aku mendapatkan first kiss-ku dihadapan orangtuaku dan Donghae Oppa, ketiga pasang kekasih yang merupakan sahabat baikku, dan para hadirin. Memikirkan hal tadi pagi saja, membuatku tersenyum sendiri. Tepatnya, tersenyum malu.

“Tidak. Aku hanya merasa beruntung dipertemukan Tuhan padamu. Aku merasa beruntung memiliki banyak orang yang menyayangiku disekitarku berada. Dan... Aku merasa beruntung bisa mendapatkan keajaiban dari Tuhan.”

“Aku juga merasa beruntung dipertemukan denganmu. Bisa mendapatkan makna dan juga cinta darimu.” ucapnya sembari mengecup telingaku. Tangannya mengelus pinggang rampingku pelan, merambat ke rambutku, menyisir helai demi helai rambutku. Aku mendesis pelan.

“E–ehm. Donghae Oppa, kau tahu, aku sangat senang begitu tahu kau melamarku semalam, lalu kita melaksanakan pernikahan tadi pagi. Semua itu seperti mimpi di negeri peri. Aku melihat banyak orang yang menyayangiku ketika pernikahan kita tadi, mereka sumringah sekali. Y–yakan?” ucapku terbata karena bibir lembab Donghae Oppa sudah menjalar ke leherku. Mengecupnya lembut penuh hasrat cinta.

“Aku tahu, Yoong, aku tahu.” lenguh Donghae Oppa karena bibirnya masih mengecup leherku. Sekarang malah ia menghisap-hisapnya, membuatku semakin gemetaran. Kakiku lemas kalau saja ia tak memelukku, menahan beban agar aku tak terjatuh. Aku tak tahu sudah siap atau belum, aigooo. Donghae Oppa, kau ini kenapa.

“O–oppa. J–jangan d–disini.” ucapku terengah-engah. Aku memejamkan mataku, mencengkram erat lengan kekar Donghae Oppa yang memelukku mesra dari arah belakang dengan bibir tetap merayap di leher jenjangku. Aku menjenjangkan leherku, memberi akses mudah untuk Donghae Oppa agar mudah melakukan aktivitasnya.

“Hm? Kau mau dikamar saja? Oke, kalau begitu.. Aku akan membantumu mendapatkan satu lagi orang yang menyayangimu, yeobo-ya.” desah Donghae Oppa tepat di telinga kiriku, mengecup bibirku kilat. Ia menyeringai setan ala Kyuhyun Oppa. Yah ampun.

Belum sempat aku menyuarakan protesku, ia sudah menggendongku ke dalam kamar. Aku mengalungkan lenganku di lehernya kencang, takut jatuh. Setelah sampai diranjang, Donghae Oppa menindihku pelan, ia tersenyum menatap aku yang gelisah sendiri.
Bulu kudukku merinding kala ia mendesah di telingaku dengan mesra, membuatku terkulai pasrah didekapnya, namja-ku. Aku memasrahkan ‘mahkota’-ku untuknya, malam ini.

“Let’s make a baby, yeobo.”

END

Naaah, selesai. Fiuh, akhirnya aku bisa nyelesaikan FF ini. Oh iya, terimakasih untuk admin sudah mau mempublish karyaku ini. Dan juga maaf kalau konfliknya gak berat, aku lagi butuh waktu biar bisa lanjutin FF kkk~
Gimana? Semoga kalian suka dan dengan cerita ini dan juga RCL yup, so aku jadi bisa tahu harus introspeksi seperti apa dalam penulisan FF/cerita lainnya.
Sequel....or not?
Btw, ini nggak NC kok, lagipula author dibantu Eonnie author^^.... /author stress/
Gamsahamnida^^

Selasa, 10 Juli 2012

[Lirik] Time Machine - SNSD


Time Machine Lyrics

by SNSD



Romanization & English Translation

Korean Version

[Jessica] Itsumo yori sukoshi hiroi heya tada hitori
It’s over, guess it’s over
[Taeyeon] Futari de tsukuri ageta sutori mo munashiku
Konnani kantan ni kuzurete shimau nante
[Sunny] One mistake, got a one regret
[Seohyun] Dare mo kanpeki jyanaitte
[Sunny] Sou ii kikasetemitemo
[Seohyun] Nani o shitemo kizu wa iyasenakute
[All] Ima Time Machine ni norikonde
[Taeyeon] Anata ni ai ni iku koto ga dekita nara
[All] Mou nanimo negawanai
[Taeyeon] Hakakute tooi kioku ni naru mae ni
[Jessica] I need a time machine oh
[Tiffany] I need a time machine oh
[Jessica] Hitori de sugosu jikan wa ososugite
[Taeyeon] I am machi no batsu wa amari ni mo omoku
[Jessica] Anata ga saigo ni nokoshita words
[Taeyeon] Ima demo zutto rifurein tomaranai mada mune ga itamu
[Sunny] Just one mistake, just one regret
[Seohyun] Wagamama mo ima wa itoshikute
[All] Ima Time machine ni norikonde
[Taeyeon] Anata ni ai ni iku koto ga dekita nara
[All] Mou nanimo negawanai
[Sunny] Hakakute tooi kioku ni naru mae ni
[Jessica] I need a time machine
[Tiffany] Jikuu tobikoete anata ni aetera
[All] Tatoe onaji
[Taeyeon] Ketsumatsu mukaeta toshitemo kitto
[All] Kui wa nokoranai wazu dakara
[All] Ima Time machine ni norikonde
[Taeyeon] Anata ni ai ni iku koto ga dekita nara
[All] Mou nanimo negawanai
[Sunny] Hakakute tooi kioku ni naru mae ni
[Taeyeon] Yeah futari no omoida wasurete shimau mae ni
[Tiffany] Gimme a time machine
[Jessica] Oh Gimme a time machine
[Sunny] Oh Gimme a time machine


English Translation
[Jessica] alone in this slightly wide room unlike always
It’s over, guess it’s over
[Taeyeon] the story that we made went in vain
We fell apart this easily
[Sunny] one mistake, got a one regret
[Seohyun] “no one’s perfect”
[Sunny] even if i tried saying that,
[Seohyun] whatever i do, the wounds can’t heal
[All] i’m going to embark on a time machine
[Taeyeon] if i would be able to go meet you again
[All] i wouldn’t ask for more
[Taeyeon] before it becomes a distant fleeting memory
[Jessica] i need a time machine oh
[Tiffany] i need a time machine oh
[Jessica] the time i’m passing by alone is too slow
[Taeyeon] this mistake’s punishment is too heavy
[Jessica] the words that you last left
[Taeyeon] up to now is replaying continuously my heart still hurts
[Tiffany] just one mistake, just one regret
[Seohyun] it’s selfish but it’s because love you
[All] i’m going to embark on a time machine
[Taeyeon] if i would be able to go meet you again
[All] i wouldn’t ask for more
[Sunny] before it becomes a distant fleeting memory
[Jessica] i need a time machine oh
[Tiffany] if i can jump through time and space and be able to meet you
[All] say
[Taeyeon] even if we come to the same conclusion
[All] there wouldn’t be any regrets for sure.
[All] i’m going to embark on a time machine
[Taeyeon] if i would be able to go meet you again
[All] i wouldn’t ask for more
[Sunny] before it becomes a distant fleeting memory
[Taeyeon] before our memories are forgotten
[Tiffany] gimme a time machine
[Jessica] oh gimme a time machine
[Sunny] oh gimme a time machine